Ibadah Umum II, 29 Oktober 2023. Oleh: Ev. Nicholas Kurniawan A.
Kita hanya baru bisa menikmati Allah jika sudah berada dalam titik merasa tidak ada apa-apa lagi di dalam hidupnya yang bisa diandalkan. Oleh sebab itulah, terkadang Allah menempatkan kita dalam posisi yang terpojok, ketika segala sesuatu terasa sia-sia. Ibaratnya, emas dapat teruji setelah dilakukan pembakaran.
Secara tradisi, kitab Pengkhotbah dipercayai ditulis oleh Salomo pada masa tua, setelah menulis kitab Kidung Agung pada masa muda dan Amsal ketika beranjak tua. Dalam kitab ini, dia tidak menuliskan namanya untuk menunjukkan kesia-siaan hidup.
Tema ‘kesia-siaan’ (1:2; 12:8) pulalah yang mewarnai seluruh kitab ini. Dalam arti, hidup ini sementara dan singkat. Jika tidak dimaknai dengan benar, kefanaan akan berlalu begitu saja dan menghasilkan emptiness (kekosongan), useless (tidak terpakai) atau meaningless (tanpa makna).
Walaupun nampak penuh dengan kesinisan, kitab Pengkhotbah mengajarkan ada pengharapan di tengah kesia-siaan hidup. Sebelum hidup kita berakhir (expired), kita harus diinspirasikan (inspired) oleh firman Tuhan. Sadarilah bahwa semua yang ada dalam hidup kita adalah pemberian Tuhan. Maka, nikmatilah (enjoy) dengan bergabung (join) bersama Tuhan. Lalu, bukalah mata iman kita bahwa Allah selalu berkarya dalam hidup kita.
JUMPA-i Allah selalu, HAMPA-kanlah diri di hadapan-Nya, HAMBA-kan diri kepada-Nya, dan relalah di-TEMPA oleh-Nya untuk membuat kita indah pada waktunya. Amin.
REFLEKSI
Semuanya adalah sia-sia, kecuali mengasihi dan melayani Tuhan (Thomas à Kempis)
PERTANYAAN DISKUSI
- Apakah untuk mendapatkan inspirasi kita harus menggunakan firman Tuhan? Bukankah banyak nasihat dan motivasi yang baik dari orang-orang di dunia ini walaupun mereka tidak percaya Tuhan? Jelaskan jawaban Anda!
- Apa yang bisa Anda lakukan saat ini untuk memberikan peninggalan yang baik bagi anak-cucu atau generasi selanjutnya?
REFERENSI
1 Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya. 2 Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam; 3 ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk menyembuhkan; ada waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun; 4 ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari; 5 ada waktu untuk membuang batu, ada waktu untuk mengumpulkan batu; ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk; 6 ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang; 7 ada waktu untuk merobek, ada waktu untuk menjahit; ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara; 8 ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk membenci; ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai. 9 Apakah untung pekerja dari yang dikerjakannya dengan berjerih payah? 10 Aku telah melihat pekerjaan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan dirinya.
11 Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir. 12 Aku tahu bahwa untuk mereka tak ada yang lebih baik dari pada bersuka-suka dan menikmati kesenangan dalam hidup mereka. 13 Dan bahwa setiap orang dapat makan, minum dan menikmati kesenangan dalam segala jerih payahnya, itu juga adalah pemberian Allah. 14 Aku tahu bahwa segala sesuatu yang dilakukan Allah akan tetap ada untuk selamanya; itu tak dapat ditambah dan tak dapat dikurangi; Allah berbuat demikian, supaya manusia takut akan Dia. 15 Yang sekarang ada dulu sudah ada, dan yang akan ada sudah lama ada; dan Allah mencari yang sudah lalu.
16 Ada lagi yang kulihat di bawah matahari: di tempat pengadilan, di situpun terdapat ketidakadilan, dan di tempat keadilan, di situpun terdapat ketidakadilan. 17 Berkatalah aku dalam hati: “Allah akan mengadili baik orang yang benar maupun yang tidak adil, karena untuk segala hal dan segala pekerjaan ada waktunya.” 18 Tentang anak-anak manusia aku berkata dalam hati: “Allah hendak menguji mereka dan memperlihatkan kepada mereka bahwa mereka hanyalah binatang.” 19 Karena nasib manusia adalah sama dengan nasib binatang, nasib yang sama menimpa mereka; sebagaimana yang satu mati, demikian juga yang lain. Kedua-duanya mempunyai nafas yang sama, dan manusia tak mempunyai kelebihan atas binatang, karena segala sesuatu adalah sia-sia. 20 Kedua-duanya menuju satu tempat; kedua-duanya terjadi dari debu dan kedua-duanya kembali kepada debu. 21 Siapakah yang mengetahui, apakah nafas manusia naik ke atas dan nafas binatang turun ke bawah bumi. 22 Aku melihat bahwa tidak ada yang lebih baik bagi manusia dari pada bergembira dalam pekerjaannya, sebab itu adalah bahagiannya. Karena siapa akan memperlihatkan kepadanya apa yang akan terjadi sesudah dia? (Pkh. 3:1-22)
Kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah, kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia (Pkh. 1:2)
Kesia-siaan atas kesia-siaan, kata Pengkhotbah, segala sesuatu adalah sia-sia. (Pkh. 12:8)